30 Des 2011

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Kemunduran I

MASA KEMUNDURAN ISLAM PERIODE 1250-1500 M

PENDAHULUAN

Pada tahun 1250-1500 M, merupakan babak di mana umat Islam yang berada di sekitar Timur Tengah mendapat berbagai cobaan baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar misalnya serangan dari Timur Lenk dan juga Hulagu Khan yang kesemuanya merupakan satu keturunan yaitu bangsa Mongol. Dari dalam atau intern yaitu merupakan masa disintegrasi, konflik antara sunni dan syi’ah yang semakin menajam serta munculnya gerakan-gerakan fanatik terhadap bangsa Arab. Akan tetapi berlainan dengan apa yang terjadi di kawasan Afrika Utara atau Mesir, Dinasti Mamalik yang berkuasa di sana berhasil berhasil selamat dari serangan-serangan dari bangsa Mongol. Sehingga peradaban Islam yang mungkin terputus karena saat itu Baghdad yang merupakan pusat peradaban Islam telah dihancurkan oleh bangsa Mongol, dapat terus berkembang walaupun di tempat yang berbeda. Penyebabnya adalah banyak ilmuwan yang melarikan diri ke Mesir dan di sana pemerintah yang berkuasa juga memperhatikan perkembangan ilmu pengtahuan dan sebagainya. Dengan demikian perkembangan peradaban dari masa periode klasik tidak terputus dan terus berlanjut oleh dinasti Mamalik di Mesir.







PEMBAHASAN


A. BERCOKOLNYA BANGSA MONGOL DAN DINASTI ILKHAN

Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Munchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Dalam rentang waktu yang panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesame mereka maupun dengan bangsa turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka.
Sebagimana umumnya bangsa Nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.
Kemajuan Bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada waktu itu. Setelah yasugi meninggal, putranya, Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan manyatukan Bangsa Mongol dengan suku bangsa lain, sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, raja yang perkasa. Ia menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar-kecil, seribu, dua, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Dengan demikian bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat di bidang militer.
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan baik, Jengis Khan berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan Cina. Ia berhasil menduduki Peking tahun 1215 M. Sasaran selanjutnya adalah negeri-negeri Islam. Pada tahun 606 H/1209 M, tentara Mongol keluar dari negerinya dengan tujuan turki dan Ferghana, kemudian, terus ke Samarkand. Pada mulanya, mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarizm, Sultan Ala Al-Din di turkistan. Pertempuran berlangsung seimbang. Karena itu, masing-masing kembali ke negeri nya . Sekitar sepuluh tahun kemudian, mereka masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizm, mereka kembali mendapat perlawanan dari sultan Ala Al-Din, tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan khawarizm. Sultan Ala Al-Din tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. Ia digantikan oleh putranya, Jalal Al-Din yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbaijan. Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan, sehingga tidak berbentuk lagi, demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid, dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Pada saat kondisi fisiknya mulai melemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai, dan tuli. Changatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Sultan Khawarizm, Jalal Al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol namun, Khawarizm tidak sekuat dulu. Kekuatannya sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sultan melarikan diri. Di sebuah daerah pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa.
Saudara Chagatai, Tuli Khan mengausai khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan kekuatannya sudah lemah. Tuli dengan mudah mengauasai Irak. Ia meninggal tahun 654 J/1256 M dan digantikan oleh putranya Hulagu Khan.
Pada tahun 656 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah AlMu’tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243-1258), betul-betul tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiah, Ibn Al-‘Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. Ia mengatakan kepada khalifah, “saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr, Putra khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk.
Khalifah menerima usul itu. Ia keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata, dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para penglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari alhi fiqh dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya ternyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan yang kejam ini, berakhirlah kekuasaan Abbasiah di Baghdad. Kota baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut.
Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir. Dari Baghdad, pasukan Mongol menyebrangi sungai Euphrat menuju Syria, kemudian, melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 M mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Ktibugha, mengirim utusan ke Mesir, meminta supaya sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan, utusan Kitbuhga dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin oleh Qutuz dan Babyras di ‘Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutknya diperintah oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia kecil di Barat dan India, di timur, dengan ibu kotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism. Hulagu meninggal tahun 1265 M, dan digantikan oleh anaknya, Abaga (1265-1282 M) yang masuk Kristen. Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder (1282-1284 M) yang masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang lain. Akhirnya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Argun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291 M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir.
Selain Teguder, Mahmud Ghazan (1295-1304 M), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan sebelumnya beragama Budha, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula, orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar kepada kesenian, terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi, dan botani. Ia membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk mazhab syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat dalam usia muda, 32 tahun dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317 M), seorang penganut Syi’ah yang ekstrem. Ia mendirikan kota raja sultaniyah, dekat Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggalan Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.


B. SERANGAN-SERANGAN TIMUR LENK
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerangan kali ini sudah masuk Islam, tetapi sia-sia kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang.
Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang Khakhrisyabz, “kota hijau”, Uzbekistan), sebelah selatan samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/ 25 Sya’ban 736 H, dan meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putra Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gubernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. sewaktu umur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunujukkan kehebatan serta keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula. Setelah Jagatai wafat masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur transoxiana, Amir Qazaghan, ketika Qazaghan meninggal dunia, datang sebuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Trasoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diteima. Akan tetapi, setelah setahun Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat putranya. Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirnya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dan turunan Jengis Khan. Pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan ekspedisi.
Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah, Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar dan berusaha menanklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata, “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja”.
Pada tahun 1381 M, ia menyerang dan berhasil menaklukkan khurasan. Setelah itu, serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai disitu, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia, Fars, dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabwazar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfahan, Iran, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria, dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 M, ia menghancurkan dinasti Muzhaf-dari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula, Baghdad dijarahnya dan setahun kemudian, ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad waktu itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir. Al-Malik Al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirm ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serangan Bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota Edessa, Takrit, Mardin, dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salah AL-Din Al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian, ia menyerang India. Konon, alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa Muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan mesjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke Samarkand.
Setelah Fondasi mesjis dibangun, tahun 1399 M, Timur Lenk berangkat memerangi sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya dan memerangi kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memnuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada tahun 1401 M, ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya, Aleppo dihancurleburkan. Dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan mesjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Homs, dan Ba’labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat, sehingga Damaskus, jatuh ke tangan pasukan Timur Lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli, dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu, serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putra Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M, terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Smyrna. Setelah itu, ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawanya kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang Muslim Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi’ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyah. Dalam perjalanannya, ia selalu membawa serta ulama-ulama sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Kholdun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar international, mengambil laih kedudukan Baghdad dan tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai, dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus, dan lain-lain. Ia membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, kedua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperrebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu, saudara yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M). Seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd Al-Latif (1449-1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika pertempuran melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.

C. ISLAM DIBAWAH KEKUASAAN BUDAK
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serang-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maunpun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena negeri itu terhindar dari kehancuran, maka persambuangan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif dan beberapa di antaranya prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berfikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi ‘Asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran Al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam dan yang lebih penting lagi adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilimiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini, mereka mandapat hak-hak istimewa,baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Pada umumnya, mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia. Di Mesir, mereka ditempatkan di pulai Raudhah di sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika Al-Malik Al-Salih meninggal (1249 M), anaknya Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Malik Al- Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajaruh Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya setelah itu Aybak membunuh Syajarah Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan “syra’i” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 N dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars tang mengasingkan diri ke Syria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil hancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu, Qutuz meninggal dunia, Baybars, seorang pemimin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukan menjadi Sultan ( 1260-1277 M). Ia adalah Sultan terbesar dan termasyhur di antara 47 Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.
Sejarah dinasti yang berlangsung sampai tahun 1577 M, ketika dikalahkan oleh kerajaan Usmani, dibagi menjadi dua periode. Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M, dan periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M.
Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat Oligarki Militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara tutun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295-1287 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan Amir menjadi sangat penting. Para Amir berkompetisi dalam prestasim karena mereka merupakan kandidat sulatan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam berbagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di “ayn Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Di samping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, Al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulago di Baghdad berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di Pegunungan Syria, Syrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia. n
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan laut Tengah dengan Eropa. Di samping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibnu Khalikan, ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-Tusi. Di bidang matematika Abu Al-Faraj Al-‘Ibry. Dalam bidang kedokteran : Abu Al-Hasan ‘Ali Al-Nafis, penemuan susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd Al-Mun’im Al-Dimyahti, seorang dokter hewan, dan Al-razi, perintis psikoterapi. Dalam bidang opthalmogi dikenal nama Salah Al-Din ibn Yusuf. Sedangkan, dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam, Al-Sayuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Ibn Hajar Al-‘Asqalani dalam ilmu hadits dan lain-lain.
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membanun sekolah-sekolah dan mesjid-mesjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, vila-vla, kubah, dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat dan stabulitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antarsesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan panguasa menyebabkan pajak dinaikkan, akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Di samping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh Eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa malalui Mesir menurun fungsinya kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar meuncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani sebagai salah satu provinsinya.



KESIMPULAN

Kemajuan-kemajuan yang telah berabad-abad lamanya dibangun, runtuh begitu mudahnya disebabkan oleh para pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Factor kemunduran islam terbagi kepada dua factor :
A. Faktor internal
  • Keruntuhan Islam sering disebabkan oleh para Pemimpin yang tidak bertanggung jawab
  • Pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengincar kekuasaan
  • Kemungkinan terjadinya desentralisasi dan pembagian kekuasaan di daerah-daerah.
  • Menerapkan pajak berlebihan menjadi kebijakan favorit yang dibebankan kepada semua rakyat tak terkecuali.
B. Factor eksternal
  • Pengaruh negative dari aliran-aliran pikiran periode sebelumnya.
  • Pengaruh perang bumi hangus yang dilancarkan oleh bangsa Tartat dari Timur dan serangan Tentara Salib Nasrani dari Barat.

Dari gambaran diatas Islam bagaikan roda berputar, adakalanya dibawah dan adakalanya diatas, begitu pula yang terjadi pada perkembangan Islam. Ada kemajuan pasti ada kemunduran. Tetapi kemajuan ini telah dihancurkan oleh orang Islam sendiri dengan prilakunya yang tidak mencerminkan sebagai seorang muslim. Masa kemunduran (1250-1500 M) terkait dengan bangsa Mongol dan dinasti Ilkhan, serangan Timur lenk dan dinasti Mamalik di Mesir.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Islam adalah adanya factor internal dan eksternal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap merosotnya ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pesat pada masa Abbasiyah.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islam wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz VII, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979
Hasan Ibrahim Hassan, Tarikh al_Islami, Juz IV, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979)
Bertold Spuler History of The Mongols, (London: Routledge & Kegan Paul, 1972)
Chair Brockelmann, Histry of the Islamic Peoples, London: Routledge & kegan Paul, 1980)
Jalal Al-Din Al-Sayuthi, Tarikh al-Khulafa’, (Beirut: Dar Al-Fikr, tanpa tahun)
Muhammad Khudari Bek, Muhadharat Tarikh al-Umam al-Islamiyah (Kairo: Al-Maktabah Al-Kubra, 1970)
Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Arthur Goldschmidt,Jr.,A Concise History of the middle East, (Colorado: Westview Press, 1983)
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 307.
Encyclopaedia Americana, Vol. 26, (Connecticut: Glorier Incorporated)
Encyclopaedia Britannica, Vol. 22, (london: William Benton Publisher)
First Encyclopaedia of Islam, Vol. 7, (London: E.J. Brill)
M. Farid Wajdi, Dairat Al-Ma’arif li Al-Qarn Al-‘Isyrin, jilid. 2 (Beirut: Al-Mkatabah Al-‘Ilmiyah Al-Jadidah)
Hamka, Sejarah Umat Islam, III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981)
P. M. Holt (Ed.) The Cambridge History of Islam, Vol. IV, (London: Cambridge University Press, 1977)
Jamaluddin Abu Al-Mahasin Yusuf ibn Taghribardi, al-Nujum al-Zahirah fi Muluk Mishr wa al-Qahirah, jilid. IV, (Kairo: dar Al-Kutub Al-Mishriyah, 1963)
Jere L. Bacharach, A Middle East Studies Handbook, (Cambridge: Cambridge University Press 1984)
Marshal G. S. Hodgson, The Adventure of Islam, (Chicago: Chicago Unversity Press, 1974)